All Operator |
|
|
Marketing Support |
|
|
Calendar |
« May 2009 » | Su | Mo | Tu | We | Th | Fr | Sa | | | | | | 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | 21 | 22 | 23 | 24 | 25 | 26 | 27 | 28 | 29 | 30 | 31 |
|
|
|
Main » 2009 » May » 2 » Jalan Kecerdasan Ilahiah
11:32 AM Jalan Kecerdasan Ilahiah |
Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami? (QS. 23:115)
DAFTAR ISI
God Quotient : Tuhan Ada disini, di dalam Jiwa Ini
1. Siapa Mengenal Dirinya Akan Mengenal Tuhannya 2. Eksplorasi Lanjut Atas Diri, Kesadaran, dan Tuhan 3. Model Manusia Ilahi 4. aku, Aku dan SANG AKU 5. Kematian Wujud Lain Kehidupan 6. Mati Dalam Hidup : Sebuah Pelatihan Untuk Mati Sukses 7. Menuju Kecerdasan Tuhan, GQ Dengan Meditasi Hakikat Diri
“Salib dari orang-orang Kristen, saya selidiki Ia tidak ada di atas salib itu Saya pergi ke candi Hindu, ke pagoda yang kuno Tiada suatu tanda di tempat-tempat itu. Ke tanah tinggi Herat saya pergi, Dan ke Kandahar, saya memandang Ia tidak ada di ketinggian-ketinggian itu, Atau di tanah-tanah rendah Dengan keteguhan hati, Saya pergi ke puncak Kaf (yang seperti dalam dongeng), Disana hanyalah tempat kediaman burung Anqa (yang legendaris) Ia tidak ada disana. Saya menanyakan tentang Dia dari Ibnu Sina yang filosof, Ia diluar jangkauan Ibnu Sina…. Saya memandang ke dalam hati sendiri, Disitulah, tempat-NYA Ia tidak ada di tempat lain.” (Jalaludin Rumi)
1 Siapa Mengenal Dirinya Akan Mengenal Tuhannya
“Dan
di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang
yang yakin. Dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak
memperhatikan?” (QS.Ad Dzariyaat :20-21)
Setelah kita
paham dengan apa arti rileksasi yang sesungguhnya, mahir dengan
latihan-latihannya serta dapat menikmatinya dari buku terdahulu. Kini,
ijinkanlah saya akan membawa Anda untuk melanjutkan perjalanan kejiwaan
ke tahapan yang lebih dalam dengan perjalanan berikutnya, yaitu :
Sebuah Proses Mengenal Hakikat Diri untuk mengenal Sang Tuhan. Sebuah
perjalanan Menemui Tuhan melalui lorong cahaya dalam diri. Kita akan
melakukan wisata jiwa dalam ranah yang lebih esoterik melalui diri kita
sendiri. Manusia adalah makhluk yang paling mulia di semesta alam.
Bahkan seluruh semesta alam diciptakan Tuhan adalah demi manusia.
Bahkan Allah tundukkan semua yang ada di langit maupun di bumi ini bagi
manusia. “Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan
menurunkan air hujan dari langit, kemudian Dia mengeluarkan air hujan
itu berbagai buah-buahan menjadi rezeki untukmu; dan dia telah
menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu, berlayar di lautan
dengan kehendak-Nya, dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu
sungai-sungai. Dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu matahari dan
bulan yang terus menerus beredar (dalam orbitnya) dan telah menundukkan
bagimu malam dan siang dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu)
dari segala apa yang kamu mohonkan kepada-Nya” (QS Ibrahim [14] ayat :
32-34) Posisi manusia di alam semesta ini teramat penting. Manusia
dalah Mikrokosmos, miniatur dari alam semesta yang merupakan
Makrokosmos. Hal ini bisa kita lihat pada aspek fisik manusia yang
mengandung semua unsur yang sama dengan unsur-unsur yang ditemukan di
alam ini. Sedangkan pada aspek-aspek batin manusia, terkandung
kualitas-kualitas potensial dari semua ciptaan-Nya, dari yang paling
rendah, setan dan hewan, sampai yang paling tinggi adalah malaikat.
Kualitas-kualitas nafsu syahwat dan mementingkan diri sendiri yang ada
pada manusia, terdapat juga pada hewan babi; kualitas kecemburuan dan
kemarahan ada pada anjing; kelicikkan dan sifat curang juga ada pada
setan. Adapun kekuatan dan cahaya ruhaninya ada pada malaikat. Tetapi
yang paling penting, melalui cinta dan ketaatan kepada Tuhan, manusia
dapat mencapai suatu kualitas yang lebih tinggi dari para malaikat
sekali pun dan oleh karena itulah Tuhan memerintahkan para malaikat
untuk sujud kepada manusia.
Begitu mulianya manusia
sampai-sampai ALLAH memerintahkan kepada para malaikat untuk sujud
kepada Adam. Manusia adalah misteri Tuhan. Sebuah misteri, di mana ia
(manusia) diciptakan dari tanah lempung dan ruh yang ditiupkan Tuhan ke
dalam dirinya, yang karenanya para malaikat diperintahkan Tuhan untuk
sujud. Di dalam Islam, siapa pun tidak diperkenankan sujud kepada
selain Tuhan, tetapi seperti kita lihat di dalam ayat di bawah ini,
Tuhan justru memerintahkan para malaikat sujud kepada Adam as, yang
sejatinya adalah manusia : “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada
malaikat : “Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah. Maka
apabila telah kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya Ruh-Ku,
maka hendaklah kamu tersungkur bersujud kepadanya” (QS 38 : 71-72) Ayat
ini merupakan salah satu indikasi bahwa manusia adalah misteri Tuhan.
Dan di dalam diri manusia inilah Ruh Ilahi (Divine Spirit) atau
percikan Ilahi (Divine Spark) berada dan menjadi esensi manusia. Tubuh
manusia terbuat dari unsur-unsur materi : api, bumi, udara, dan air.
Dan juga dilengkapi lima indera eksternal : penglihatan, pendengaran,
penciuman, pengecapan, dan perabaan serta lima fakultas internal :
pikiran yang bebas, imajinasi, kesangsian, ingatan, dan keinginan.
Manusia makluk paling dekat Tuhan
Didalam
diri manusia hadir Min Ruhi yang merupakan pancaran-NYA oleh karena itu
esensi manusia adalah dekat dengan Tuhan. Seperti Sabda Tuhan kepada
Rasul Muhammad saw: “Dan apabila hamba-hamba-KU bertanya kepadamu
tentang AKU, maka (jawablah), bahwasanya AKU adalah dekat”. (QS Al
Baqarah : 186).
Lalu seberapa dekatkah Tuhan dengan kita? Atas pertanyaan ini Sang Tuhan-pun menjawab “…, dan KAMI lebih dekat kepadanya dari urat lehernya” (QS Qaaf : 16).
Tuhan
itu sangat dekat dengan kita, sebegitu dekatnya Tuhan dengan kita
sehingga DIA lebih dekat dengan urat leher kita sendiri sekalipun.
Tuhan
itu sangat dekat. Bahkan lebih dekat dengan tubuh kita (urat leher
kita), mengapa demikian?, “Ingatlah bahwa sesungguhnya DIA Maha
Meliputi Segala Sesuatu”. (QS Fushilat : 54). Tuhan meliputi seluruh
semesta alam, dan diri kita (manusia) adalah bagian dari semesta alam –
oleh karena itu sadarilah bahwa sudah pasti “DIA meliputi diri kita
(manusia) juga”. Sekali lagi kita telah mendapatkan satu dalil bahwa:
Tuhan itu Sangat Dekat dengan siapapun, dengan apapun – termasuk dengan
diri kita. Dan bukankah: “Kepunyaan Allah-lah apa yang di langit dan
apa yang di bumi, dan adalah Allah Maha Meliputi segala sesuatu”(QS. An
– Nisa : 26)
Untuk merasakan bahwa Tuhan itu amat dekat dengan
diri kita, coba perhatikan diri kita masing-masing. Ambil contoh saja,
perhatikan keluar masuknya nafas yang merupakan tanda kehidupan dalam
tubuh kita. Nafas keluar masuk karena gerakan paru-paru, paru-paru bisa
bergerak karena ada hidup didalamnya. Lalu darimanakah hidup itu
berasal ? hidup ini tidak lain berasal dari Sumber Hidup yang manusia
menamainya Tuhan. Begitu juga dengan jantung kita yang berdetak memompa
darah ke seluruh tubuh, ia berdetak memompa darah karena ada hidup.
Darimanakah hidup itu berasal ? hidup ini tidak lain berasal dari
Sumber Hidup yang manusia menamainya Tuhan. Coba kita renungkan sekali
lagi fenomena diri kita : pertumbuhan kita sendiri, dari embrio yang
terus membelah sempurna menjadi janin, kemudian lahir sebagai bayi,
tumbuh menjadi anak-anak, remaja, dewasa, tua dan kelak mati. Adalah ia
sebuah gerak tumbuh, dan mengapa ia bergerak tumbuh seperti ini, tidak
lain karena ADA Yang Menggerakkan. Siapakah Yang Menggerakkannya ? Sang
Penggerak ini ? manusia menamakannya Tuhan. Secara jelas kita dapat
merasakan, memahami dan menyadari bahwa Yang menyebabkan keluar
masuknya nafas adalah Tuhan, Yang mendetakkan jantung adalah Tuhan,
Yang membuat manusia tumbuh adalah Tuhan, Yang menjadikan kita hidup
tumbuh dan bergerak adalah Tuhan, Yang ada dibalik dari setiap
aktivitas biologis maupun psikologis kita adalah Tuhan. Oleh karena
itulah Tuhan itu amat dekat dengan manusia.....seperti ditegaskan dalam
Qur’an bahwa “…, dan KAMI lebih dekat kepadanya dari urat lehernya” (QS
Qaaf : 16).
Manusia Apa adanya Walaupun secara esensial
manusia adalah makhluk yang paling dekat dengan Tuhan, namun
kenyataannya manusia hidup dalam tingkatan yang bervariasi. Manusia
yang berada dalam kesempurnaan ruhaniahnya maka ia mempunyai derajad
yang lebih tinggi dari malaikat sekalipun (98 :7), akan tetapi jika
manusia lepas dari hakikat keruhaniahannya dan didominasi oleh karakter
materianya ia akan cenderung menjadi makhluk biologis saja, sebagaimana
hewan. Bahkan Allah menyebut bisa lebih buruk dari hewan. Mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya dari binatang ternak itu). (25 : 44) Mengapa bisa terjadi demikian ? Tidak
lain adalah karena, selain bekal dan potensi yang mendukung manusia
dalam hidup, juga terdapat halangan dan potensi negatif, yang bersifat
menjauhkan atau melalaikan manusia, di antaranya adalah hawa (nafsu
rendah) yaitu nafsu yang cenderung kepada kejelekan (12: 53). Seperti
dijelaskan Qur’an :” karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Rabbku (12: 53) dan Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Ilah(tuhan)nya (25:43). Nafsu ini menimbulkan karakter-karakter negatif seperti : • tergesa-gesa ( 17:11) • suka membantah (18:59) • suka melampaui batas (10:12) • keluh kesah ( 70:20) • kikir (70:19) • suka ingkar ( 100:6) • merasa cukup (96:7) • susah payah (90:4) dan lemah ( 4:28) Selain kekuatan negatif internal ada juga kekutan negatif external (pengaruh daya negatif dari luar) yang disebut dengan - setan (2:36,7:20-22) dimana Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu. (QS. 2:208) Bila
diri dikuasai oleh elemen-elemen negatif maka manusia akan terjerembab
dalam kedudukannya serendah-rendahnya seperti dinyatakan Qur’an :
Mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka
lebih sesat jalannya dari binatang ternak itu). (25 : 44)
Rahasia Mengenal Diri Mengenal
Diri adalah topic sentral dari kajian semua Filsafat dan Tradisi Agama
seluruh umat manusia. Dalam sufistik Islam kita mengenal ungkapan yang
sangat populer, bahwa:
”Barang siapa mengenal dirinya akan mengenal Tuhannya”.
Pararel dengan ini, teks mistik Yahudi abad ketujuh belas dan kedelapan belas juga mengungkapkan gagasan yang sama:
“Mengetahui diri berarti mengetahui Tuhan Sang Pencipta dan mengetahui alam semesta yang diciptakanNya”.
Dalam bagian Injil Gnostik yang lain, Injil Thomas, Yesus berkata kepada murid-muridnya,
“Jika kau tahu siapa dirimu, kau akan menjadi seperti aku”.
Menurut
kitab ini, dia (Yesus) tidak menganggap dirinya Tuhan, melainkan
seorang yang telah dibangunkan untuk menemukan kekuatan Ilahiah di
dalam dirinya sendiri, yang dalam Injil Lukas dikatakan : “Kerajaan
Tuhan bersemayam dalam dirimu”.
Untuk menjadi seperti dirinya
- menemukan Kekutan Ilahi dalam diri, Jesus mengingatkan kepada umatnya
agar tidak menganggapnya sebagai Tuhan seperti diungkapkan dalam
perjanjian baru Matius Ps. 7 : 21 yang berbunyi “Orang-Orang yang
menyeru Aku Tuhan, tidak masuk surga. Yang masuk surga adalah orang
yang mengikuti perintah Allah Bapa”
Selanjutnya, orang-orang
Saleh pengikut Yesus menyatakan bahwa : “Menyembah ALLAH berarti
mengaku diri kita dibawah perintah-NYA dan kita tunduk-patuh
kepada-NYA. Namun kita baru dapat hidup dibawah perintah-NYA, jika kita
mengerti perintah-NYA. Kita baru tunduk-patuh kepada-NYA, jika kita
mengetahui Kehendak-NYA. ALLAH menyatakan perintah-NYA dan Kehendak-NYA
ini didalam roh bukan dalam daging. Jadi hanyalah di dalam roh kita
dapat tunduk-patuh kepada-NYA”. Yesus mengajarkan bahwa ALLAH itu Roh
dan jika kita menyembah DIA, haruslah menyembah-NYA dalam roh dan
kebenaran (Yohanes 4 :23-24).
Dalam Buddhisme Zen dijelaskan,
“Kita
benar-benar dapat memasuki kedalaman ketidak sadaran kolektif hakikat
manusia dan disana, kita sampai pada laut tanpa dasar dari hakikat
Budda (Penerangan Sempurna)”.
Untuk menemukan Penerangan Sempurna ini, Bodhidarma bertutur “engkau harus melihat hakikat dirimu sendiri…..”.
Dan
bukankah Bangunan utama filosofi Socrates-pun adalah “Kenalilah dirimu
sendiri”. Demikianlah, semua reliji dan filsafat meyakini bahwa,
Pengetahuan tentang diri akan menuntun kepada pengetahuan tentang
kebenaran, kebaikan dan keindahan. Gnothi Se Authon (Kenalilah Dirimu
Sendiri). Ucapan (kata mutiara) Apollo itu digunakan Socrates untuk
mengajari warga Athena mengenali siapa diri mereka yang sejati. Bahwa
kehidupan yang tidak ditafakuri ialah kehidupan yang tidak layak
dijalani. Manusia, menurut Socrates, mempunyai “diri yang nyata”
yang harus ditemukan dan dikenali oleh dirinya sendiri. Kebahagiaan
yang nyata terdapat dalam pengenalan akan diri yang nyata tersebut.
Dengan mengenal siapa dirinya, manusia akan mengetahui bagaimana
sebaiknya berbuat.Maka, Socrates pun mengimbau kaum muda untuk
bertafakur agar dapat mengenal diri mereka sendiri. Walaupun
pengetahuan dapat Wa fi anfusikum afalaa tubshirun - dan dalam
jiwamu ada tanda-tanda yang tidak kau lihat. Inilah Serr-i-Haqq atau
Kecerdasan Universal/Sejati, yang bersinar dari kedalaman pusat diri.
Dalam buku ini saya menyebutnya UQ (Universal Quotient). Kecerdasan
yang mempunyai tingkat lebih tinggi dari Kecerdasan Spiritual (SQ).
Tentang Kecerdasan Universal (UQ) ini, Jalaludin Rumi mengungkapkan pengalaman batinnya dengan kata-kata berikut ini:
Aku bukan seorang Kristiani, bukan Yahudi, bukan pula Majusi, Aku bahkan bukan seorang Muslim, Aku tidak dimiliki oleh tanah, atau lautan yang dikenal atau tidak dikenal Alam tidak dapat memiliki atau mengakui aku sebagai miliknya, demikian pula langit, Tidak pula India, Cina, Bulgaria Tempat kelahiranku tidak ada di mana pun Tanda tidak memiliki dan tidak memberi tanda. Kau katakan melihat mulut, mata, dan hidungku-mereka bukan milikku. Aku adalah Kehidupan itu sendiri. Aku adalah kucing itu, batu ini, tidak satupun. Aku telah melempar dualitas seperti kain lap usang. Aku melihat dan mengenal seluruh waktu dan semua dunia, Sebagai satu, satu, dan selalu satu. Maka apa yang mesti kulakukan agar kau mengakui siapa yang berbicara? Akuilah itu dan ubahlah segalanya! Ini adalah suaramu sendiri yang menggemakan dinding-dinding Tuhan.
Bila
manusia dapat kembali kepada Kecerdasan Universalnya, UQ maka ia akan
berhasil pada keadaan kesadaran dasar dari seluruh semesta alam seperti
yang di lukiskan dalam Qur’an Surat Fuslihat: 11, yang berbunyi:
“Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih
merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: "Datanglah
kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa."
Keduanya menjawab: "Kami datang dengan suka hati.” Bila kita memasuki
UQ, maka kita akan berada dalam bersikap Total Submission: Tunduk patuh
secara Total Kepada Tuhan seperti tunduk patuhnya langit dan bumi.
Jika semua persepsi luar telah dipupus dan perhatian kita arahkan kedalam, seperti kata Maulanaa Rumi :
Katupkan
bibirmu, picingkan matamu, sumbat pendengaranmu, bila Anda tidak
melihat serr (rahsa) dari Tuhan, maka tertawakanlah kami.
Dengan
meniadakan segala persepsi luar dan memusatkannya pada diri sendiri,
seseorang akan mendapatkan kilasan-kilasan dari REALITAS/AKU SEJATI.
Demikian, maka orang-orang yang ber-Ketuhan-an tidak memikirkan dan
mencari Tuhan diluar dirinya. Karena Tuhan ADA disini, di dalam JIWA
ini. Seperti yang dikatakan oleh seorang penyair urdu:
Gambar Sahabat terpampang di cermin hati; Kapan saja engkau menunduk, engkau melihat-NYA disitu.
Filosof,
Sufi dan Mistikus dari segala tradisi sejak dulu menggunakan filosofi
dan teknik praktis Mengenal diri untuk mendapatkan pencerahan,
mendapatkan Cahaya Tuhan dalam hati manusia. Cahaya yang “menerangi
setiap orang yang lahir kedunia” (St. John, 1: 4).
Diposkan oleh
Bhre tandes
|
Views: 939 |
Added by: hftcenter
| Rating: 2.0/1 |
|
|
HFT Page Rank |
|
|
Info Center |
|
|
|