All Operator |
|
|
Marketing Support |
|
|
Calendar |
« May 2009 » | Su | Mo | Tu | We | Th | Fr | Sa | | | | | | 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | 21 | 22 | 23 | 24 | 25 | 26 | 27 | 28 | 29 | 30 | 31 |
|
|
|
Main » 2009 » May » 2 » Wujud Lain Kehidupan
11:29 AM Wujud Lain Kehidupan |
“Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali wajah-NYA.” (QS Al-Qashas : 88) “Semua yang ada di bumi itu akan binasa dan tetap kekal wajah Tuhanmu Yang Mempunyai Kebesaran dan Kemuliaan.” (QS Al Rahman : 26-27)
Semua
berasal dari ALLAH dan akan kembali kepada ALLAH. Tidak ada sebuah
kehidupan yang kekal, kecuali ALLAH. Semua selain ALLAH pasti berakhir
masa hidupnya, binasa, rusak atau mati. Demikian juga halnya dengan
kehidupan manusia. Seperti dijelaskan dalam qur’an bahwa:
“Tidak
seorang manusiapun sebelumnya yang kekal (yang KAMI jadikan kekal) .
Maka sekiranya engkau mati apakah mereka akan hidup kekal ? Tiap diri
(manusia) akan merasakan kematian. Dan KAMI akan coba kamu (dalam
kehidupan ini) dengan kesusahan dan kebaikan, dan kepada KAMI lah
akhirnya akan dikembalikan.” (Al Anbiya’ 34-35)
“Dimana saja kamu berada, mati pasti akan menjumpaimu, sekalipun kamu berada dalam mahligai yang kokoh.” (An Nisaa : 78)
Kematian
adalah tahapan kehidupan manusia dimana hidup atau roh yang ada dalam
tubuh telah habis masanya dan harus meninggalkan jasad. Kematian adalah
proses kembalinya unsur Ilahiah manusia kepada pemiliknya. Jiwa manusia
yang Min Ruhi milik ALLAH menjadi kembali kepada ALLAH.
“Katakanlah,
bahwa mati yang kamu lari daripadanya, pasti akan menemui kamu juga,
kemudian itu kamu akan dikembalikan kepada Tuhan yang mengetahui
perkara-perkara ghaib dan nyata, lalu Ia akan kabarkan kepadamu segala
apa yang telah kamu lakukan (perbuat).” (Al Jumu’ah : 8)
Jiwa
manusia dengan min-ruhinya adalah Ibarat disck memory dalam computer
yang sedang aktif. Analog dengan kerja disk memori yang menyimpan
segala hasil kerja computer, jiwa juga menyimpan segala hasil perbuatan
kita selama hidup. Ketika computer kita off-kan maka computer kita mati
tidak bekerja, akan tetapi ingatan yang ada dalam disck memori tidak
hilang begitu saja. Begitu juga jiwa manusia, apabila min ruhi kembali
kepada sumbernya, segala rekaman perbuatan yang ada padanya tidak
hilang.
Proses kematian adalah proses dimana min ruhi
meninggalkan jasad – tubuh menjadi mati. Akan tetapi ia membawa jiwa
(yang masih dihidupi oleh min ruhi) kepada keadaan lain – dengan alam
Kesadaran lain.
Suasana alam Kesadaran Jiwa tersebut, sangat
tergantung kepada segala rekaman hasil perbuatan hidup selama berada di
alam dunia. Hasil rekaman inilah yang membentuk alam Kesadaran manusia
di alam tersebut. Seperti segala hasil kerja computer yang terekam
dalam disc memori begitulah – hasil perbuatan (amal) terekam dalam
Kesadaran Jiwa. Suasana atau Keadaan kematian dapat kita teliti
dari Keadaan Kesadaran kita dalam keadaan tidur. Seperti sabda Nabi
Muhammad s.a.w. bahwa:
“Sebagaimana kamu tidur, begitulah kamu mati, dan sebagaimana kamu terbangun dari tidurmu, begitu pulalah kamu dibangunkan di akherat kelak.”
Ketika
tidur min-ruhi tetap menghidupi jiwa sehingga jiwa tetap hidup dan
sadar. Pada saat tidur kita mengalami mimpi – Kesadaran kita merasakan
seolah-olah mengalami kejadian yang sebenarnya.
Dalam
kematian, manusia tidak menemukan apa-apa selain sifat-sifatnya
sendiri, yang tidak lagi diselubungi oleh jasad materi, tetapi
memperlihatkan hakikatnya kepada orang itu dalam bentuk-bentuk yang
sesuai dengan tempat tinggalnya yang baru. “Hubungan jiwa dengan badan
yang menghalanginya dari pemahaman terhadap realitas segala sesuatu,
sedangkan kematian menghilangkan tabir penghalang itu :….KAMI
singkapkan dari padamu tutup (yang menutupi) matamu, maka penglihatanmu
pada hari itu sangat tajam (QS Qaf : 22).
Kematian adalah
kehidupan spiritual ditingkat lain, dalam kematian jiwa dengan
min-ruhinya tetap hidup dengan wujud sesuai dengan hasil
perbuatan-perbuatannya di masa lalunya. Ketika pindah alam dari dunia
fisika kepada dunia non-fisika maka Jiwa manusia akan menemukan tubuh
dan alam barunya yang bersifat mental (non-material) sesuai dengan amal
perbuatannya didunia.
“Ada tiga hal yang mengikuti mayat, dua
yang kembali dan satu yang tinggal bersama mayat. Yang mengikutinya
ialah 1. keluarganya 2. sebagian hartanya dan 3. amal perbuatannya.
Yang kembali adalah keluarga dan hartanya, dan yang tinggal adalah
amalnya.” (H.R.Muslim)
Dalam alam kematian – kehidupan tidak
lagi melibatkan otak, sehingga tidak ada lagi perkembangan tentang
Kesadaran yang bersifat intelektual, emosional bahkan spiritual
sekalipun. Kehidupan telah lepas dari hukum-hukum berpikir.
Kematian Sebuah Akhir dari Awal Yang baru. Kehidupan kematian adalah lebih sadar dari kehidupan di dunia. Seperti dinyatakan oleh Ali bin Abi Thalib:
“Manusia hidup seperti orang tidur, bila sudah mati menjadi seperti orang yang sudah bangun tidur.”
Ketika
jiwa meninggalkan jasadnya dan memasuki dimensi lain yang disebut
barzakh. Kesempatan untuk meningkatkan kualitas spiritual telah
terputus kecuali karena beberapa hal, seperti yang dinyatakan dalam
sebuah hadits berikut:
“Semua amalan anak adam terputus kecuali
1) amal jariah (amal yang kemanfaataannya dapat dinikmati terus-menerus
walau sipengamal sudah meninggal) 2) ilmu yang bermanfaat (ilmu yang
dibagikannya dapat memberikan kemanfaatan bagi banyak orang walau si
pembagi sudah wafat) dan 3) do’a anak yang sholeh.” (Hadits )
Kematian
adalah momen penentu bagi jiwa untuk dalam memasuki dimensi berikut
dari kehidupan. Momen penentuan perpisahan antara jiwa dan jasad adalah
momen yang disebut dengan “sakaratul maut”. Seperti yang di riwayatkan
oleh Imam Bukhary dan Ahli Hadits lainnya dari Aisyah r.a, bahwa
Rasulullah s.a.w pada waktu beliau dalam keadaan sakarat, beliau
masukkan tangannya kedalam sebuah bejana susu yang berisi air, terletak
dihadapan beliau, lalu beliau sapukan tangan yang basah itu ke mukanya
sekedar mengurangi rasa sakitnya sambil mengucapkan:
“Tak ada Tuhan yang patut disembah kecuali ALLAH. Sesungguhnya untuk maut itu ada masa sekarat (krisis).”
Berkenaan
dengan sakaratul maut, Haji Slamet Oetomo Blambangan pernah berkata
kepada penulis “begitu krisisnya masa sakaratul maut, sampai-sampai
yang dikhawatirkan oleh para Nabi dan para Wali ALLAH adalah saat
sakaratul maut”.
Begitu krisisnya sakaratul maut, sampai-sampai Rasululullah s.a.w berdo’a:
“Ya ALLAH ringankanlah bagiku sakaratul maut”.
Tentang
sakaratul maut ini, ada baiknya kita kenang kisah Musa a.s, dimana Para
malaikat bertanya kepada Musa: Yâ ahwanal anbiya mautan. Kaifa wajadta
al-mawt? Hai Nabi yang paling ringan matinya, bagaimana rasanya
kematian? Musa berkata: Ka syâtin tuslakhu wa hiya hayyatan. Seperti
kambing yang dikuliti hidup-hidup
Kematian adalah momen penting
bagi sebuah kehidupan baru, kematian itu adalah bukan hal yang lain
dari kehidupan ini. Sebagaimana kehidupan sebelum kelahiran kita ke
dunia. Ibn ‘Arabi dan para sufi lainnya menganggap kematian ini sebagai
kembali kepada Allah secara terpaksa, ruju’ idhtirari. Semua makhluk
akan mengalami kematian jenis ini, suka atau tidak suka. Dalam seluruh
perjalanan kembali kepada Allah, kematian hanyalah salah satu episode
saja setelah episode kehidupan di dunia ini. Episode ini adalah episode
antara – barzakh- yang terentang antara dunia dan akhirat. Jadi,
kematian pada hakikatnya adalah kehidupan baru dengan aturan-aturan dan
pengalaman-pengalaman yang baru. Misalnya, jika dalam kehidupan dunia,
jauhnya perjalanan kita dihitung dengan umur; dalam kehidupan barzakh,
lamanya perjalanan dihitung dari dosa-dosa yang kita lakukan dalam
kehidupan yang awal.
Kematian adalah proses kepulangan kehidupan
ke kampung halamannya roh. Roh yang datang ke dunia berasal dari
kampung asalnya “ALLAH” dan harus mudik kembali ke kampung asalnya lagi
“ALLAH”. Innalilahi wa inna ilaihi roji’un.
Supaya dapat
pulang dengan selamat ke kampung halaman asal kehidupan ini, kita harus
tahu dengan sebenar-benarnya hal ihwal tentang kampung halaman
tersebut. Bagaimana sebenarnya kampung halaman kehidupan kita ini
“ALLAH”? serta bagaimana jalan menuju ke kampung halaman tersebut?
Lebih dalam memahami makna kematian ada baiknya kita simak kisah dari K.H Jalaludin Rachmad sebagai berikut :
Ada
seorang mulia di Bukhara bernama Sadr-e Jahan. Ia terkenal dermawan. Ia
membagi-bagikan emas dari pagi sampai malam. Hari ini ia membagi
orang-orang sakit; esok harinya para janda, keturunan Ali, atau para
santri yang belajar agama. Tidak terlupakan orang miskin biasa atau
orang yang terlilit utang. Ia memberikan hartanya kepada siapa saja,
dengan satu syarat: Orang tidak boleh meminta dengan mulutnya. Para
peminta harus berdiri membisu, seperti tembok, pada jalan-jalan yang
akan dilewatinya.
Pada suatu hari, seorang santri tiba-tiba
merengek meminta. Ia menyampaikan permohonannya dengan mengiba. Sadr-e
Jahan tidak memperdulikannya. Pada hari berikutnya, ia membungkus
kakinya dengan kain lusuh, dengan kepala merunduk, menunjukkan bahwa
kakinya patah. Sang dermawan itu tetap tak acuh. Ia tidak dapat
mengampuni dosanya; yakni, meminta dengan berkata. Berikutnya lagi, ia
mencoba menutup mukanya dengan jas hujan, atau menutupkan chadar ke
kepalanya, lalu berkumpul bersama para wanita tua. Raja masih juga
mengenalnya.
Akhirnya, pagi-pagi sekali ia pergi ke tukang
kafan. Ia berkata, “Bungkuslah tubuhku dengan kain kafan. Letakkan aku
di pinggir jalan. Duduklah kamu di sampingku. Jangan buka mulutmu.
Tunggulah sampai Sadr-e Jahan lewat. Mudah-mudahan ia mengira aku mati.
Ia akan melemparkan uang emasnya untuk membantu biaya pemakaman.”
Seperti yang direncanakan, Sadr-e Jahan melewati orang itu, melemparkan
uang emas ke atas kain kafannya. Karena kuatir uangnya disambar orang,
santri itu mengeluarkan tangannya, juga kepalanya. Sambil tertawa ia
berkata kepada Raja, “Akhirnya aku memperoleh kemurahanmu juga.”
Ia menjawab, “Sampai kamu mati, hai orang kepala batu Kamu tidak memperoleh anugerahku
Rahasia “mati sebelum mati” inilah dia Setelah mati barulah kamu mendapat karunia
Hai penipu, tidak ada cara selain kematian, Untuk bisa menggapai Tuhan” Jalaluddin Rumi
Smart Personal: Orang yang cerdas adalah orang yang banyak mengingat mati
Kematian
adalah sentral pembicaraan spiritual sejati, karena dalam kematian
sajalah kehidupan spiritual abadi dapat dicapai. Begitu pentingnya
momen kematian, Rasul Muhammad s.a.w menyatakan bahwa:
“Yang
paling cerdas dan paling pintar ialah orang yang paling banyak
mengingat-ingat mati, dan yang paling banyak sedia bekal untuk
menghadapi mati.”
Dan:
“Cukuplah mati itu sebagai guru atau pelajaran.”
Mati
adalah suatu kejadian yang paling berat, paling menakutkan dan paling
mengerikan. Suatu kejadian yang pasti dihadapi oleh setiap manusia,
suatu kejadian yang tak dapat dihindari dengan cara bagaimanapun. Bila
dikatakan demikian, maka melupakan mati atau tidak mengingat mati
adalah benar-benar sebuah bentuk kebodohan.
Mengingat mati adalah nutrisi spiritual yang luar biasa mujarab bagi kehidupan. Dengan mengingat mati, manusia:
o
Bersyukur atas anugrah kehidupan yang diberikan pada Tuhan. Hidup yang
melekat pada diri adalah amanah yang harus dijaga dan bukanlah harus
diaku sebagai miliknya. Dengan kesadaran ini, ia akan menjaga tubuh,
pikiran, hati dan jiwanya untuk selaras dengan maksud pemberi amanah.
Sehingga ia akan cerdas (sehat) secara fisik, intelektual, emosional
dan spiritual. o Orang-orang yang dekat dengan perasaan mati, maka
waktu hidupnya yang tersisa akan dipergunakan dengan seoptimal mungkin.
Dia tidak akan sia-siakan setiap waktunya, setiap saatnya akan
dipergunakan untuk menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi keluarga,
anak-istri, masyarakatnya dan agamanya. Menjadi motivasi untuk berbuat
produktif. o Menyadari Kematian adalah menyadari bentuk sebuah
keabadian kehidupan setelah kehidupan dunia ini. Hal yang demikian akan
menghapuskan segala bentuk hedonisme duniawiah – karena kehidupan dunia
bukanlah yang sejati dan bukanlah yang kekal. Kesadaran semacam ini
akan membawa dampak ketentraman hidup. o Ingatan akan kematian,
berarti ingatan akan darimana kita berasal dan kemana kita akan
kembali. Asal dan Tujuan tersebut tidak lain adalah Pusat dari Hidup
kita, yaitu Tuhan. Dengan banyak mengingat mati kita akan dibawa untuk
lebih dekat dengan Pusat Hidup kita, dekat dengan Tuhan. o Dengan
ingat mati, kita akan diingatkan pada suatu momen yang disebut
sakaratul maut. Oleh karena itu – kita akan terdorong untuk melakukan
persiapan bagaimana menghadapinya kelak.
Kematian yang sukses, Banyak
orang berbicara tentang sukses kehidupan, tapi sedikit diantara manusia
yang mengulas dan mengejar sukses kematian. Padahal kematian adalah
kehidupan yang lebih kekal dari kehidupan di dunia. Sebagaimana
kehidupan pada umumnya, proses kematian juga menampilkan wajah
kebahagiaan dan juga wajah kesedihannya. Mengenai keduanya Qur’an
memberikan penjelasannya sebagai berikut:
Tentang mati yang indah, “Adapun
bila yang meninggal itu adalah orang-orang yang mendekatkan diri
(kepada ALLAH). Maka (kematian baginya) adalah lega, semerbak dan
nikmat sekali.” (QS. Waq’ah : 89-90)
Bagi seorang pencinta
Tuhan, kematian adalah hal yang dinanti – karena dengan ini
ke-“SATU”-an sejati dengan yang dicinta (Tuhan) di dapatkan. Segala
tutup penyaksian akan Realitas Keindahan tersingkap. Abu Darda r.a
pernah berkata: ”Untuk seorang beriman, kematian adalah jauh lebih baik
baginya. Siapa yang tidak percaya dengan ucapanku ini, silakan baca
firman ALLAH” wama indallahi khairun lil abraar” (apa yang ada disisi
ALLAH adalah kebaikan untuk orang mulia). Hasan bin al-aswad berkata :
“Hanya saja maut itu adalah justru lebih baik untuk orang yang beriman,
karena itu terjadi pertemuan seorang kekasih dengan kekasih.”
Seperti
ditulis oleh K.H. Jalaluddin Rachmad : “Lebih dari seribu tahun yang
lalu, di tengah-tengah sahara, pada hari Asyura, Imam Husain berkata
kepada sahabat-sahabatnya; Bersabarlah kalian, hai putra-putra yang
mulia. Kematian hanyalah jembatan agar kalian menyeberang dari
keburukan dan kesengsaraan ke surga yang luas, kenikmatan yang abadi.
Maka siapakah di antara kalian yang tidak mau berpindah dari penjara ke
istana sedangkan untuk musuh-musuhmu, kematian hanyalah perpindahan
dari istana ke penjara dan azab. Sesungguhnya ayahku menyampaikan
kepadaku dari Rasulullah saw, bahwa dunia itu penjara orang mukmin dan
surga orang kafir. Kematian adalah jembatan bagi mereka ke surga dan
jembatan bagi mereka yang lain ke neraka Jahim. Demikian ucapan Imam
Husain menyimpulkan makna kematian alami.”
Tentang mati yang menyedihkan, “Ingatlah
bila roh sudah sampai di kerongkongan. Ditanyakan: siapakah lagi yang
dapat menyembuhkan? Yakinkah ia bahwa perpisahan (mati) sudah datang.
Berbelitlah kepayahan demi kepayahan. Kepada Tuhanmu dihari itu ia akan
kembali. Padahal ia tidak membenarkan (ajaran ALLAH) dan tidak
bersembahyang. Bahkan selalu mendustakan dan berpaling. Lalu kembali
mendapatkan keluarganya dengan bersombong diri. Celakalah engkau dan
celaka. Sekali lagi celakalah engkau dan celaka.” (QS Al Qiyamah :
26-35)
Diposkan oleh
Bhre tandes
|
Views: 905 |
Added by: hftcenter
| Rating: 2.0/1 |
|
|
HFT Page Rank |
|
|
Info Center |
|
|
|